Kamis, 18 September 2014

Permasalahan dalam Bidang Pangan dan Gizi

Permasalahan dalam Bidang Pangan dan Gizi


A.  Jenis Permasalahan Pangan
Permasalahan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan untuk memperoleh pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan beraktivitas dengan baik untuk sementara waktu dalam jangka panjang. Ada dua jenis permasalahan pangan, yaitu yang bersifat kronis dan bersifat sementara.
Permasalahan pangan kronis merupakan kondisi kurang pangan (untuk tingkat rumah tangga berarti kepemilikan pangan lebih sedikit daripada kebutuhan dan untuk tingkat individu konsumsi pangan lebih rendah dari pada kebutuhan biologis) yang terjadi sepanjang waktu.
Sedangkan permasalahan pangan kronis mencakup permasalahan pangan musiman. Permasalahan ini terjadi karena adanya keterbatasan ketersediaan pangan oleh rumah tangga, terutama masyarakat yang berada di pedesaan.
B.  Jenis-jenis Masalah Gizi Makro dan Mikro
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalaha gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro (kekurangan atau ketidak seimbangan asupan energi dan protein) umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro (vitamin dan mineral).
Sumber daya manusia merupakan syarat mutlak menuju pembangunan disegala bidang. Status gizi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia terutama terkait dengan kecerdasan, produktivitas, dan kreativitas sumber daya manusia. Sementara itu, di Indonesia masih menghadapi empat masalah gizi utama yaitu kurang kalori protein dan obesitas (masalah gizi ganda), kurang Vitamin A, gangguan akibat kurang iodium (GAKI), anemia zat besi.
Kurang kalori protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi zat energi dan zat protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). (Supriasa, 2001). Sedangkan obesitas adalah Keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh.
Kurang Vitamin A disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin A dari makanan, rendahnya kualitas makanan (vit A), penyakit Infeksi dan Parasit, serta rendahnya vitamin A dalam ASI (Bayi).
GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara terus menerus dalam jangka waktu lama.
Defisiensi Fe merupakan akibat dari rendahnya biovailabilitas intake Fe, peningkatan kebutuhan Fe selama periode kehamilan dan mnyusui, dan peningkatan kehilangan darah karena penyakit cacingan atau schistosomiasis. Anemia defisiensi Fe terjadi pada tahap anemia tingkat berat (severe) yang berakibat pada rendahnya kemampuan tubuh memelihara suhu, bahkan dapat mengancam kematian.
C.  Determinan Masalah Pangan
Permasalahan pangan terjadi jika suatu rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidak-cukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan seluruh individu anggota keluarganya.
Ada tiga hal penting yang mempengaruhi tingkat permasalahan pangan, yaitu :
a.    Kemampuan penyediaan pangan kepada individu/rumah;
b.    Kemampuan individu / rumah tangga untuk mendapatkan pangan;
c.    Proses distribusi dan pertukaran pangan yang tersedia dengan sumber daya yang dimiliki oleh individu/rumah tangga.
Ketiga hal tersebut, pada kondisi terjadinya permasalahan pangan yang akut atau kronis dapat muncul secara stimultan dan bersifat relatif permanen. Sedangkan pada kasus permasalahan pangan musiman dan sementara, faktor yang berpengaruh hanya salah satu atau dua faktor yang tidak permanen.
Permasalahan pangan yang muncul tidak hanya persoalan produksi pangan semata, namun  juga merupakan masalah multidimensional,  yakni juga mencakup masalah pendidikan, tenaga kerja, kesehatan, kebutuhan dan prasarana fisik.
Permasalahan pangan tidak hanya ditentukan oleh tiga pilar tersebut namun oleh sejumlah faktor berikut:
a.    Sumber Daya Lahan
Menurut staf khusus dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) (Herman Siregar), lahan sawah terancam semakin cepat berkurang, walaupun sebenarnya lahan yang secara potensial dapat digunakan, belum digunakan masih banyak.
Alasannya, pencetakan sawah baru menemui banyak kendala, termasuk biayanya yang mahal, sehingga tambahan lahan pertanian setiap tahun tidak signifikan dibandingkan dengan luas areal yang terkonversi untuk keperluan non-pertanian.
Ironisnya, laju konversi lahan pertanian tidak bisa dikurangi, bahkan terus meningkat dari tahun ke tahun, sejalan dengan pesatnya urbanisasi (yang didorong oleh peningkatan pendapatan per kapita dan imigrasi dari perdesaan ke perkotaan), dan industrialisasi.
b.    Infrastruktur
Menurut  analisis Khomsan (2008), lambannya pembangunan infrastruktur  ikut berperan menentukan pangsa sektor pertanian dalam mendukung ketahanan pangan.  Pembangunan infrastruktur pertanian sangat penting dalam mendukung produksi pangan yang mantap. Perbaikan infrastruktur  pertanian seyogyanya terus dilakukan sehingga tidak menjadi kendala penyaluran produk pertanian dan tidak mengganggu arus pendapatan ke petani.
Sistem dan jaringan Irigasi (termasuk  bendungan dan waduk) merupakan bagian penting dari infrastruktur pertanian. Ketersediaan jaringan irigasi yang baik, diharapkan dapat meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas pertanian, terutama tanaman pangan.
c.    Teknologi dan Sumber Daya Manusia
Teknologi dan SDM merupakan dua faktor produksi yang sifatnya komplementer, dan ini berlaku di semua sektor, termasuk pertanian. Kualitas SDM di sektor pertanian sangat rendah jika dibandingkan di sektor-sektor ekonomi lainnya seperti industri manufaktur, keuangan, dan jasa. Berdasarkan Sensus Pertanian 2003, lebih dari 50% dari jumlah petani adalah dari kategori berpendidikan rendah, kebanyakan hanya sekolah dasar (SD). Rendahnya pendidikan formal ini tentu sangat berpengaruh terhadap kemampuan petani Indonesia mengadopsi teknologi-teknologi baru, termasuk menggunakan traktor dan mesin pertanian lainnya secara efisien.
d.    Energi
Energi sangat penting untuk kegiatan pertanian lewat dua jalur, yakni langsung dan tidak langsung. Jalur langsung adalah energi seperti listrik atau bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan oleh petani dalam kegiatan bertaninya, misalnya dalam menggunakan traktor. Sedangkan lewat jalur tidak langsung adalah energi yang digunakan oleh pabrik pupuk dan pabrik yang membuat input-input lainnya dan alat-alat transportasi dan komunikasi
e.    Modal
Keterbatasan modal menjadi salah satu penyebab rapuhnya ketahanan pangan di Indonesia. Diantara sektor-sektor ekonomi, pertanian yang selalu paling sedikit mendapat kredit dari perbankan (dan juga dana investasi) di Indonesia. Kekurangan modal juga menjadi penyebab banyak petani tidak mempunyai mesin giling sendiri. Padahal jika petani mempunyai mesin sendiri, artinya rantai distribusi bertambah pendek sehingga kesempatan lebih besar bagi petani untuk mendapatkan lebih banyak penghasilan. Berdasarkan SP 2003, tercatat hanya sekitar 3,06% dari jumlah petani yang pernah mendapatkan kredit bank, sedangkan sisanya membiayai kegiatan bertani dengan menggunakan uang sendiri.
f.      Lingkungan Fisik/Iklim
Dampak pemanasan global diduga juga berperan dalam menyebabkan krisis pangan dunia, termasuk di Indonesia, karena pemanasan global menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau yang semakin tidak menentu.
Pola tanam dan estimasi produksi pertanian serta persediaan stok pangan menjadi sulit diprediksi dengan akurat. Pertanian pertanian pangan, merupakan sektor yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, khususnya yang mengakibatkan musim kering berkepanjangan; hal ini karena pertanian pangan di Indonesia masih sangat mengandalkan pada pertanian sawah yang memerlukan banyak air.
Dampak langsung dari pemanasan global terhadap pertanian di Indonesia adalah penurunan produktivitas dan tingkat produksi sebagai akibat terganggunya siklus air karena perubahan pola hujan dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrim, dapat mengakibatkan pergeseran waktu, musim, dan pola tanam.
D.  Determinan Masalah Gizi
Terdapat 6 faktor yang mempengaruhi masalah gizi, yaitu:
1.    Faktor manusia
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tubuh manusia, yaitu Usia, Jenis kelamin, Ras, Sosial ekonomi, Penyakit-penyakit terdahulu, Cara Hidup, Hereditas, Nutrisi, Imunitas.
2.     Faktor sumber/ Agent
Kondisi pejamu yang mengalami kekurangan ataupun kelebihan nutrisi dapat mengganggu keseimbangan tubuh sehingga menyebabkan munculnya penyakit.
3.    Faktor lingkungan/environment (fisik, biologis, ekonomi, bencana alam)
Terdiri dari Lingkungan biologis, Fisik, Sosial, Ekonomi. Mempunyai pengaruh & peranan yang penting dalam interaksi antara manusia. Hubungan dengan permasalahan gizi, yaitu: Daerah dimana buah-buahan & sayur mayur tidak selalu tersedia, Tumbuh-tumbuhan yang mengandung zat gizi sebagai tempat bermukim vector, Penduduk yang padat, Perang,menyebabkan kemiskinan dan perpindahan penduduk, dan Bencana alam.
4.    Ketersediaan bahan makanan yang kurang dipasaran: Krisis Ekonomi yang berkepanjangan dan Kegagalan produksi pertanian, Ketersediaan bahan makanan yang kurang ditingkat rumah tangga/individu: Keadaan sosial ekonomi kurang memadai, Daya beli yang kurang/menurun, Tingkat pengetahuan yang kurang, dan Kebiasaan/budaya yang merugikan
5.    Penyakit Infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergistis antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun masih ringan, mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hubungan ini sinergistis, sebab malnutrisi disertai infeksi pada umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada sendiri-sendiri.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada tahun 2000 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan pernyataan tentang perlunya upaya global untuk peningkatan kesejahteraan manusia melalui Millenium Development Goals (MDGs). MDGs memiliki 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator. Tujuan pertama dari MDGs adalah bahwa pada tahun 2015 setiap negara diharapkan mampu untuk menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi awal pada tahun 1990. Dua dari lima indikator sebagai penjabaran tujuan pertama MDGs adalah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita (indikator keempat) dan menurunnya jumlah penduduk defisit energi atau kelaparan (indikator kelima). Kedua indikator tersebut mencerminkan tingginya keterkaitan antara kondisi ketahanan pangan dengan status gizi masyarakat. Menggabungkan upaya untuk mewujudkan kedua indikator tersebut secara sinergis merupakan langkah strategis yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian sasaran.
Sebagai negara dengan penduduk besar dan wilayah yang sangat luas, ketahanan pangan merupakan agenda penting di dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Permasalahan pangan menjadi masalah yang sangat sensitif dalam dinamika kehidupan sosial politik Indonesia. Menjadi sangat penting bagi Indonesia untuk mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional, wilayah, rumah tangga dan individu yang berbasiskan kemandirian penyediaan pangan domestik. Kemandirian ini semakin penting ditengah kondisi dunia yang mengalami krisis pangan, energi dan finansial yang ditandai dengan harga pangan internasional mengalami lonjakan drastis; meningkatnya kebutuhan pangan untuk energi alternatif (bioenergi); resesi ekonomi global yang berakibat semakin menurunnya daya beli masyarakat terhadap pangan; serbuan pangan asing (“westernisasi diet”) berpotensi besar penyebab gizi lebih dan meningkatkan ketergantungan pada impor.
Secara umum, permasalahan gizi dan pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor demografi seperti pertambahan jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, besarnya proporsi penduduk usia muda, penyebaran penduduk yang tidak merata, dan perubahan susunan penduduk. Faktor sosial ekonomi juga mendorong terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi yang secara baik langsung berpengaruh pada pendapatan keluarga. Selain itu, faktor lain yang berpengaruh pada masalah gizi dan pangan adalah perkembangan IPTEK dimana terjadinya arus moderenisasi yang membawa banyak perubahan pada pola hidup masyarakat termasuk pada pola makan. Salah satu dampak dari arus moderenisasi adalah meningkatnya konsumsi lemak. Tidak heran jika penyakit jantung koroner cenderung meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar