Permasalahan dalam Bidang Pangan dan Gizi
A.
Jenis
Permasalahan Pangan
Permasalahan
pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan untuk memperoleh
pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan beraktivitas dengan baik
untuk sementara waktu dalam jangka panjang. Ada dua jenis permasalahan pangan,
yaitu yang bersifat kronis dan bersifat sementara.
Permasalahan
pangan kronis merupakan kondisi kurang pangan (untuk tingkat rumah tangga
berarti kepemilikan pangan lebih sedikit daripada kebutuhan dan untuk tingkat
individu konsumsi pangan lebih rendah dari pada kebutuhan biologis) yang
terjadi sepanjang waktu.
Sedangkan permasalahan
pangan kronis mencakup permasalahan pangan musiman. Permasalahan ini terjadi
karena adanya keterbatasan ketersediaan pangan oleh rumah tangga, terutama
masyarakat yang berada di pedesaan.
B.
Jenis-jenis
Masalah Gizi Makro dan Mikro
Secara umum di Indonesia terdapat dua
masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi
makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
kekurangan asupan energi dan protein. Masalaha gizi makro adalah masalah gizi
yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi
dan protein. Kekurangan zat gizi makro (kekurangan atau ketidak seimbangan
asupan energi dan protein) umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro
(vitamin dan mineral).
Sumber daya
manusia merupakan syarat mutlak menuju pembangunan disegala bidang. Status gizi
merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya
manusia terutama terkait dengan kecerdasan, produktivitas, dan kreativitas
sumber daya manusia. Sementara itu, di Indonesia masih menghadapi empat masalah
gizi utama yaitu kurang kalori protein dan obesitas (masalah gizi ganda),
kurang Vitamin A, gangguan akibat kurang iodium (GAKI), anemia zat besi.
Kurang kalori
protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi zat
energi dan zat protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka
Kecukupan Gizi (AKG). (Supriasa, 2001). Sedangkan obesitas adalah Keadaan
patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan daripada yang
diperlukan untuk fungsi tubuh.
Kurang Vitamin
A disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin A dari makanan, rendahnya kualitas
makanan (vit A), penyakit Infeksi dan Parasit, serta rendahnya vitamin A dalam
ASI (Bayi).
GAKY
adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur
yodium secara terus menerus dalam jangka waktu lama.
Defisiensi Fe merupakan akibat dari
rendahnya biovailabilitas intake Fe, peningkatan kebutuhan Fe selama periode
kehamilan dan mnyusui, dan peningkatan kehilangan darah karena penyakit
cacingan atau schistosomiasis. Anemia defisiensi Fe terjadi pada tahap anemia
tingkat berat (severe) yang berakibat
pada rendahnya kemampuan tubuh memelihara suhu, bahkan dapat mengancam
kematian.
C. Determinan Masalah
Pangan
Permasalahan pangan terjadi jika suatu rumah tangga, masyarakat atau
daerah tertentu mengalami ketidak-cukupan pangan untuk memenuhi standar
kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan seluruh individu anggota
keluarganya.
Ada tiga hal
penting yang mempengaruhi tingkat permasalahan pangan, yaitu :
a.
Kemampuan
penyediaan pangan kepada individu/rumah;
b.
Kemampuan
individu / rumah tangga untuk mendapatkan pangan;
c.
Proses
distribusi dan pertukaran pangan yang tersedia dengan sumber daya yang dimiliki
oleh individu/rumah tangga.
Ketiga hal tersebut, pada kondisi terjadinya
permasalahan pangan yang akut atau kronis dapat muncul secara stimultan dan
bersifat relatif permanen. Sedangkan pada kasus permasalahan pangan musiman dan sementara,
faktor yang berpengaruh hanya salah satu atau dua faktor yang tidak permanen.
Permasalahan pangan yang muncul
tidak hanya persoalan
produksi pangan semata, namun juga merupakan masalah multidimensional, yakni juga mencakup masalah pendidikan, tenaga kerja, kesehatan,
kebutuhan dan prasarana fisik.
Permasalahan
pangan tidak hanya ditentukan oleh tiga pilar tersebut namun oleh sejumlah faktor berikut:
a.
Sumber
Daya Lahan
Menurut
staf khusus dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) (Herman Siregar), lahan sawah
terancam semakin cepat berkurang, walaupun sebenarnya lahan yang secara
potensial dapat digunakan, belum digunakan masih banyak.
Alasannya,
pencetakan sawah baru menemui banyak kendala, termasuk biayanya yang mahal,
sehingga tambahan lahan pertanian setiap tahun tidak signifikan dibandingkan
dengan luas
areal yang terkonversi untuk keperluan non-pertanian.
Ironisnya,
laju konversi lahan pertanian tidak bisa dikurangi, bahkan terus meningkat dari
tahun ke tahun, sejalan dengan pesatnya urbanisasi (yang didorong oleh
peningkatan pendapatan per kapita dan imigrasi dari perdesaan ke perkotaan),
dan industrialisasi.
b.
Infrastruktur
Menurut analisis Khomsan (2008), lambannya
pembangunan infrastruktur ikut berperan
menentukan pangsa sektor pertanian dalam mendukung ketahanan pangan. Pembangunan infrastruktur pertanian sangat
penting dalam mendukung produksi pangan yang mantap. Perbaikan
infrastruktur pertanian seyogyanya terus dilakukan sehingga tidak
menjadi kendala penyaluran produk pertanian dan tidak mengganggu arus
pendapatan ke petani.
Sistem dan jaringan Irigasi
(termasuk bendungan dan waduk) merupakan
bagian penting dari infrastruktur pertanian. Ketersediaan jaringan irigasi yang
baik, diharapkan dapat meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas
pertanian, terutama tanaman pangan.
c.
Teknologi
dan Sumber Daya Manusia
Teknologi dan SDM merupakan dua
faktor produksi yang sifatnya komplementer, dan ini berlaku di semua sektor,
termasuk pertanian. Kualitas SDM di sektor pertanian
sangat rendah jika dibandingkan di sektor-sektor ekonomi lainnya seperti
industri manufaktur, keuangan, dan jasa.
Berdasarkan
Sensus Pertanian 2003, lebih dari 50% dari jumlah petani adalah dari kategori
berpendidikan rendah, kebanyakan hanya sekolah dasar (SD). Rendahnya
pendidikan formal ini tentu sangat berpengaruh terhadap kemampuan petani
Indonesia mengadopsi teknologi-teknologi baru, termasuk menggunakan traktor dan
mesin pertanian lainnya secara efisien.
d.
Energi
Energi sangat penting untuk kegiatan
pertanian lewat dua jalur, yakni langsung dan tidak langsung. Jalur
langsung adalah energi seperti listrik atau bahan bakar minyak (BBM) yang
digunakan oleh petani dalam kegiatan bertaninya, misalnya dalam menggunakan
traktor. Sedangkan lewat jalur tidak langsung adalah energi yang digunakan oleh
pabrik pupuk dan pabrik yang membuat input-input lainnya dan alat-alat transportasi
dan komunikasi
e.
Modal
Keterbatasan modal menjadi salah satu penyebab
rapuhnya ketahanan pangan di Indonesia. Diantara sektor-sektor ekonomi,
pertanian yang selalu paling sedikit mendapat kredit dari perbankan (dan juga
dana investasi) di Indonesia. Kekurangan modal juga menjadi penyebab banyak
petani tidak mempunyai mesin giling sendiri. Padahal jika petani mempunyai mesin sendiri,
artinya rantai
distribusi bertambah pendek sehingga kesempatan lebih besar bagi petani
untuk mendapatkan lebih banyak penghasilan.
Berdasarkan SP
2003, tercatat hanya sekitar 3,06% dari jumlah petani yang pernah mendapatkan
kredit bank, sedangkan sisanya membiayai kegiatan bertani dengan menggunakan
uang sendiri.
f.
Lingkungan Fisik/Iklim
Dampak pemanasan global diduga juga
berperan dalam menyebabkan krisis pangan dunia, termasuk di Indonesia, karena
pemanasan global menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau yang semakin
tidak menentu.
Pola tanam dan estimasi produksi
pertanian serta persediaan stok pangan menjadi sulit diprediksi dengan akurat.
Pertanian pertanian pangan, merupakan sektor yang paling rentan terhadap dampak
perubahan iklim, khususnya yang mengakibatkan musim kering berkepanjangan; hal
ini karena pertanian pangan di Indonesia masih sangat mengandalkan pada
pertanian sawah yang memerlukan banyak air.
Dampak langsung dari pemanasan
global terhadap pertanian di Indonesia adalah penurunan produktivitas dan
tingkat produksi sebagai akibat terganggunya siklus air karena perubahan pola
hujan dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrim, dapat mengakibatkan
pergeseran waktu, musim, dan pola tanam.
D.
Determinan
Masalah Gizi
Terdapat 6 faktor yang
mempengaruhi masalah gizi, yaitu:
1.
Faktor manusia
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tubuh manusia, yaitu
Usia,
Jenis kelamin, Ras, Sosial ekonomi, Penyakit-penyakit terdahulu, Cara Hidup,
Hereditas, Nutrisi, Imunitas.
2. Faktor sumber/ Agent
Kondisi pejamu
yang mengalami kekurangan
ataupun kelebihan nutrisi dapat mengganggu keseimbangan
tubuh sehingga menyebabkan munculnya penyakit.
3.
Faktor
lingkungan/environment (fisik, biologis, ekonomi, bencana alam)
Terdiri dari Lingkungan biologis, Fisik, Sosial,
Ekonomi. Mempunyai pengaruh & peranan yang penting dalam interaksi
antara manusia. Hubungan dengan permasalahan gizi, yaitu: Daerah
dimana buah-buahan &
sayur mayur
tidak selalu tersedia, Tumbuh-tumbuhan yang
mengandung zat gizi
sebagai tempat bermukim vector, Penduduk yang padat,
Perang,menyebabkan
kemiskinan dan perpindahan penduduk, dan Bencana alam.
4. Ketersediaan
bahan makanan yang kurang dipasaran: Krisis Ekonomi yang berkepanjangan dan Kegagalan
produksi pertanian, Ketersediaan bahan makanan yang kurang ditingkat rumah
tangga/individu: Keadaan sosial ekonomi kurang memadai, Daya beli yang
kurang/menurun, Tingkat pengetahuan yang kurang, dan Kebiasaan/budaya yang
merugikan
5.
Penyakit Infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergistis antara
malnutrisi dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi.
Malnutrisi, walaupun masih ringan, mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Hubungan ini sinergistis, sebab malnutrisi disertai
infeksi pada umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada
sendiri-sendiri.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada tahun 2000 Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan pernyataan tentang perlunya upaya global untuk
peningkatan kesejahteraan manusia melalui Millenium Development Goals (MDGs).
MDGs memiliki 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator. Tujuan pertama dari MDGs adalah
bahwa pada tahun 2015 setiap negara diharapkan mampu untuk menurunkan
kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi awal pada tahun 1990. Dua dari
lima indikator sebagai penjabaran tujuan pertama MDGs adalah menurunnya
prevalensi gizi kurang pada anak balita (indikator keempat) dan menurunnya
jumlah penduduk defisit energi atau kelaparan (indikator kelima). Kedua
indikator tersebut mencerminkan tingginya keterkaitan antara kondisi ketahanan
pangan dengan status gizi masyarakat. Menggabungkan upaya untuk mewujudkan
kedua indikator tersebut secara sinergis merupakan langkah strategis yang dapat
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian sasaran.
Sebagai negara dengan penduduk besar
dan wilayah yang sangat luas, ketahanan pangan merupakan agenda penting di
dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Permasalahan pangan menjadi masalah yang
sangat sensitif dalam dinamika kehidupan sosial politik Indonesia. Menjadi
sangat penting bagi Indonesia untuk mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional,
wilayah, rumah tangga dan individu yang berbasiskan kemandirian penyediaan
pangan domestik. Kemandirian ini semakin penting ditengah kondisi dunia yang
mengalami krisis pangan, energi dan finansial yang ditandai dengan harga pangan
internasional mengalami lonjakan drastis; meningkatnya kebutuhan pangan untuk
energi alternatif (bioenergi); resesi
ekonomi global yang berakibat semakin menurunnya daya beli masyarakat terhadap
pangan; serbuan pangan asing (“westernisasi diet”) berpotensi besar
penyebab gizi lebih dan meningkatkan ketergantungan pada impor.
Secara umum, permasalahan gizi dan
pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor demografi
seperti pertambahan jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi,
besarnya proporsi penduduk usia muda, penyebaran penduduk yang tidak merata, dan
perubahan susunan penduduk. Faktor sosial ekonomi juga mendorong terjadinya
peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi
yang secara baik langsung berpengaruh pada pendapatan keluarga. Selain itu,
faktor lain yang berpengaruh pada masalah gizi dan pangan adalah perkembangan
IPTEK dimana terjadinya arus moderenisasi yang membawa banyak perubahan pada
pola hidup masyarakat termasuk pada pola makan. Salah satu dampak dari arus
moderenisasi adalah meningkatnya konsumsi lemak. Tidak heran jika penyakit
jantung koroner cenderung meningkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar